Ketoprak Dor, seni pertunjukan tradisional yang pernah berjaya pada masanya, kini mendapatkan perhatian kembali melalui rekonstruksi berbasis sejarah yang bertujuan untuk mengangkat kisah perjuangan manusia. Projek ini, bertajuk “Sedulur Tunggal Sekapal”, menghadirkan narasi tentang solidaritas dan perjuangan para kuli kontrak di Perkebunan Deli pada masa kolonial. Lebih dari sekadar seni pertunjukan, pertunjukan ini adalah medium untuk menyampaikan cerita sejarah yang terlupakan dan membangun kesadaran tentang nilai-nilai kemanusiaan yang relevan dengan kehidupan modern.
Ketoprak Dor, seni pertunjukan tradisional Jawa yang berkembang di wilayah Perkebunan Deli, memiliki akar budaya yang kaya dan dinamis. Sebagai salah satu bentuk seni yang menggabungkan drama, tari, musik, dan humor, ketoprak telah menjadi cerminan cerita rakyat dan peristiwa sejarah. Namun, bagaimana jadinya jika seni ini dihidupkan kembali dengan narasi yang berakar pada kisah perjuangan para kuli kontrak di Perkebunan Deli?
Pertunjukan seni rekonstruksi ini bertajuk “Sedulur Tunggal Sekapal”, sebuah tema yang mencerminkan solidaritas, perjuangan, dan nilai-nilai kemanusiaan yang melekat pada kehidupan para kuli kontrak. Kisah ini diambil dari sejarah kelam migrasi tenaga kerja dari Pulau Jawa ke Sumatera Timur pada masa kolonial. Para kuli, yang diangkut dalam kapal besar menuju tanah perkebunan, berbagi cerita tentang harapan, kesedihan, dan tekad untuk bertahan hidup di tengah tantangan berat.

Mengapa Kisah Kuli Kontrak Penting untuk Diangkat?
Kisah kuli kontrak perkebunan Deli memiliki nilai sejarah yang sangat signifikan dalam perjalanan bangsa Indonesia, khususnya di Sumatera Utara. Pada masa kolonial, ribuan pekerja dari Jawa, India, dan Tiongkok didatangkan ke Sumatera Timur untuk menggarap ladang tembakau, karet, dan kelapa sawit di bawah sistem kerja paksa yang kejam. Mereka bekerja dengan kondisi yang sangat keras, upah rendah, dan sering kali diperlakukan secara tidak manusiawi.
Namun, di tengah kondisi tersebut, muncul cerita-cerita tentang keberanian, solidaritas, dan perjuangan untuk bertahan hidup. Para kuli ini sering kali saling mendukung satu sama lain, menciptakan rasa persaudaraan yang diungkapkan melalui ungkapan “Sedulur Tunggal Sekapal.” Ungkapan ini mengacu pada pengalaman bersama dalam perjalanan panjang menuju tanah Sumatera, di mana mereka berbagi harapan dan ketakutan.
Dengan mengangkat kisah ini melalui seni ketoprak dor, penonton diajak untuk merenungkan kembali makna perjuangan hidup, solidaritas, dan ketangguhan manusia di tengah keterbatasan. Pertunjukan ini juga menjadi cara untuk mengenang kontribusi besar para kuli kontrak dalam membangun ekonomi kolonial yang, meskipun eksploitatif, menjadi fondasi penting dalam perkembangan wilayah Sumatera Utara.

Proses Kreatif dan Kolaborasi
Proses rekonstruksi melibatkan kolaborasi lintas disiplin antara seniman, sejarawan, dan komunitas budaya. Penelitian mendalam tentang sejarah Perkebunan Deli menjadi fondasi utama dalam menciptakan naskah dan koreografi. Selain itu, diskusi dengan masyarakat lokal juga turut memperkaya perspektif dalam menggali memori kolektif tentang masa itu.
Latihan-latihan dilakukan dengan intens, menghidupkan kembali elemen-elemen tradisional ketoprak dor seperti tabuhan gamelan, kidung, dan dialog berirama yang khas. Namun, inovasi juga dihadirkan dengan memadukan visual modern, seperti proyeksi multimedia yang menampilkan dokumentasi sejarah, untuk memberikan konteks yang lebih kuat kepada penonton.

Momen Diseminasi: Sebuah Pertunjukan Berdaya Makna
Diseminasi rekonstruksi ini dilakukan melalui serangkaian pertunjukan di beberapa kota besar di Sumatera dan Jawa, dimulai dari Medan sebagai pusat sejarah Perkebunan Deli. Sambutan penonton sangat hangat, tidak hanya dari kalangan seniman, tetapi juga akademisi, aktivis budaya, dan masyarakat umum.
Dalam setiap pertunjukan, pesan tentang pentingnya solidaritas, kerja keras, dan penghargaan terhadap warisan sejarah disampaikan dengan sangat kuat. Penonton diajak untuk merenungi perjuangan para pendahulu, serta memetik hikmah dari semangat “sedulur tunggal sekapal” yang relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini.


Inovasi Visual dan Musik
Salah satu elemen yang membedakan rekonstruksi ini dari ketoprak dor tradisional adalah penggunaan teknologi visual modern. Proyeksi multimedia digunakan untuk menampilkan gambar arsip, peta kolonial, dan cuplikan dokumentasi sejarah. Visual ini tidak hanya memperkuat konteks cerita tetapi juga memberikan pengalaman visual yang mendalam bagi penonton.
Musik tradisional tetap menjadi tulang punggung pertunjukan, dengan gamelan sebagai pengiring utama. Namun, beberapa elemen musik modern, seperti efek suara dan komposisi orkestra, ditambahkan untuk memberikan nuansa dramatis yang lebih besar. Lagu-lagu tradisional Jawa juga diaransemen ulang dengan lirik yang mencerminkan tema perjuangan dan persatuan.


Pesan dan Makna yang Disampaikan
“Sedulur Tunggal Sekapal” bukan hanya sebuah pertunjukan seni, tetapi juga sebuah pesan tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan di tengah tantangan kehidupan. Melalui cerita para kuli kontrak, penonton diajak untuk merenungkan hal-hal berikut:
- Solidaritas di Tengah Perbedaan
Dalam cerita ini, para kuli dari berbagai latar belakang etnis dan budaya mampu bersatu untuk saling mendukung. Pesan ini relevan dengan kondisi masyarakat saat ini yang sering kali dihadapkan pada isu-isu perpecahan. - Ketangguhan dalam Menghadapi Kesulitan
Kisah para kuli kontrak adalah bukti nyata bagaimana manusia mampu bertahan di tengah situasi yang paling sulit. Ini adalah pengingat bahwa ketangguhan dan semangat juang adalah sifat yang melekat dalam diri setiap manusia. - Penghormatan terhadap Sejarah
Dengan mengangkat kisah ini, pertunjukan ini juga menjadi panggilan untuk menghormati sejarah dan mengenang kontribusi para kuli kontrak dalam membangun ekonomi dan masyarakat Indonesia.
Melalui pertunjukan ini, diharapkan Ketoprak Dor tidak hanya kembali menjadi populer, tetapi juga mampu menjadi media pembelajaran sejarah yang kontekstual. Seni tradisional ini memiliki potensi besar untuk menjadi bagian dari upaya pelestarian budaya sekaligus refleksi sosial.



“Sedulur Tunggal Sekapal” bukan sekadar sebuah pertunjukan, tetapi sebuah panggilan untuk mengenang, menghormati, dan merajut kembali nilai-nilai kebersamaan dalam masyarakat kita. Dengan semangat itu, Ketoprak Dor kembali hidup sebagai medium yang menyuarakan cerita dan pesan-pesan bermakna dari masa lalu untuk generasi masa kini dan mendatang.
Harapan dan Masa Depan Ketoprak Dor
Melalui pertunjukan ini, diharapkan Ketoprak Dor tidak hanya kembali menjadi populer, tetapi juga mampu menjadi media pembelajaran sejarah yang kontekstual. Seni tradisional ini memiliki potensi besar untuk menjadi bagian dari upaya pelestarian budaya sekaligus refleksi sosial.
“Sedulur Tunggal Sekapal” bukan sekadar sebuah pertunjukan, tetapi sebuah panggilan untuk mengenang, menghormati, dan merajut kembali nilai-nilai kebersamaan dalam masyarakat kita. Dengan semangat itu, Ketoprak Dor kembali hidup sebagai medium yang menyuarakan cerita dan pesan-pesan bermakna dari masa lalu untuk generasi masa kini dan mendatang.



Leave a Reply